Selasa, 19 Juni 2012

Akhlak

    Istilah akhlak berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak khalaqa–yakhluqu–khalqan artinya membuat, atau menjadikan sesuatu. Sedangkan secara etimologi, istilah akhlak berasal dari bentuk jamak khuluk, dan bentuk tunggalnya khuluq yang berarti watak, tabiat, perangai, dan budi pekerti (Mahmud Yunus, 1989: 120). Penggunaan kata “khalaqa” dan turunannya terdapat di Al-Quran yang berarti menciptakan sesuatu. Dengan demikian, pengertian akhlak dari segi bahasa maupun penggunaannya di dalam Al-Quran dapat diartikan sebagai tindakan membentuk atau membiasakan untuk melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi orang lain.
    Berdasarkan pengertian diatas, menurut (Moh. Hasyim, 2003: 86) akhlak merupakan manifestasi iman, Islam, dan ikhsan sebagai refleksi sifat dan jiwa yang secara spontan dapat terpola dari diri seseorang sehingga melahirkan perilaku yang konsisten dan tidak bergantung pada pertimbangan berdasarkan keinginan tertentu. Semakin mantap dan kuat keimanan seseorang maka orang tersebut akan semakin taat beribadan dan semakin baik pula akhlaknya. Jadi, akhlak tidak dapat dipisahkan dari ibadah juga tidak dapat dipisahkan dari akidah karena kualitas akidah akan sangat berpengaruh pada kualitas ibadah yang kemudian juga akan sangat berpengaruh pada kualitas akhlak.
    Akhlak terkait dengan persoalan nilai baik dan buruk. Ukuran yang menjadi dasar dalam penilaian tersebut harus sesuai pada nilai-nilai agama Islam. sehingga, ukuran baik buruknya suatu perbuatan harus sesuai dengan norma-norma agama, bukan hanya kesepakatan budaya. Kalau tidak demikian, maka akhlak dalam norma-norma akan berubah seiring dengan perubahan budaya sehingga sesuatu yang baik dan sesuai dengan agama bisa dianggap buruk pada saat bertentangan dengan buadaya yang ada. Dalam ajaran Islam, akhlak merupakan salah satu ajaran inti dalam Islam. Fenomena ini diperkuat dengan hadist yang disabdakan pada Rasulullah SAW “Aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang baik.” (H.R. Bukhari dan Abu Hurairah r.a). Untuk itulah, Allah menjamin nabi dengan akhlak yang baik, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran, surat Al-Qalam:4 “Dan sesungguhnya hanyalah engkau (Muhammad) mempunyai watak yang agung.” Selain itu, juga disebutkan dalam Al-Quran  “Sesungguhnya pada diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik bagi kamu.”(Q.S Al-Ahzab:21).
    Berdasarkan paparan di atas, sumber akhlak bagi setiap muslim jelas termuat dalam Al-Quran dan hadist nabi. Selain dua sumber itu, sesuai dengan hakikat kemanusiaan yang dimilikinya, manusia memiliki hati nurani (Islam menyebutnya kalbu) yang berfungsi sebagai pembeda antara perbuatan baik dan buruk.

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN PENDIDIKAN

Abstrak :
    Pendidikan menyiapkan manusia sebagai warga negara yang baik. Dengan kata lain supaya manusia yang berperan sebagai warga suatu negara menjadi warga negara yang baik, yang dapat melaksanakan semua kewajiban dan menyadari akan haknya secara baik. Melalui pendidikan dimaksudkan agar para warga negara ini menjadi patriotisme nasional. Pendidikan didasari oleh nilai-nilai pancasila yang juga dijadikan sebagai pedoman bagi komponen-komponen yang ada pada dunia pendidikan. Untuk menghasilkan generasi penerus bangsa yang bermutu baik itu dalam ilmu pengetahuan maupun akhlak yang baik.
    Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa perlu diimplementasikan dalam kehidupannyata. Hal telah dicontohkan oleh para pendiri bangsa melalui kerja keras danperjuangan sehingga menghasilkan kemerdekaan Indonesia. Pada saat sekarang, nilainilai falsafah Pancasila sangat penting untuk menghasilkan manusia-manusia berkualitas,yang memiliki karakter religius, percaya diri, dan etos kerja yang tinggi untuk mendukung pembangunan pendidikan nasional.

Kata Kunci : Pendidikan, Pancasila, Pendidik, Akhlak.
A.    PENDAHULUAN
`    Pada era globalisasi saat ini menuntut bangsa Indonesia untuk melakukan berbagai perubahan. Perubahan tersebut terjadi akibat adanya pengaruh dari luar ataupun dari dalam negeri.  Di dalam bidang ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga mau tidak mau maka semua pihak dituntut untuk mengantisipasinya, termasuk kalangan pendidik yang ada di lembaga pendidikan.
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar dari suatu masyarakat dan pemerintah suatu negara untuk menjamin keberlangsungan hidup dan kehidupan generasi penerusnya, selaku warga masyarakat, bangsa dan negara, secara berguna dan bermakna serta mampu mengantisipasi hari depan mereka yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa, negara dan hubungan internasionalnya.
Pancasila memiliki bagian yang cukup besar dalam mensukseskan pendidikan di Indonesia karena tanpa ada landasan dari Pancasila maka moral-moral yang ada pada  komponen-komponen pendidikan akan menjadi carut-marut. Akhir-akhir ini Bangsa Indonesia sebenarnya telah mengalami berbagai macam krisis dalam dunia pendidikan baik itu krisis moral, akhlak, maupun nilai dan budi pekerti. Untuk membantu dalam proses pemecahan masalah tersebut maka perlu Pancasila dijadikan acuan untuk mengatasi berbagai krisis yang ada di dalam dunia pendidikan tersebut.















A.    PEMBAHASAN
Fungsi pendidikan merupakan serangkaian tugas atau misi yang diemban dan harus di laksanakan oleh pendidikan (Dirto Hadisusanto, dkk 1995: 57).Tugas atau misi pendidikan itu dapat tertuju pada diri manusia yang di didik maupun kepada ,masyarakat bangsa  di tempat ia hidup. Bagi dirinya sendiri,pendidikan berfungsi menyiapkan diri agar menjadi manusia secara utuh, sehingga ia dapat  menunaikan tugas hidupnya secara baik dan dapat hidup wajar sebagai manusia. Fungsi pendidikan terhadap masyarakat setidaknya ada dua bagian besar , yaitu fungsi preserveratif dan fungsi direktif dilakukan dengan melestarikan tata sosial dan tata nilai yang ada dalam masyarakat , sedangkan fungsi direktif  dilakukan oleh pendidikan sebagai agen pembaharuan sosial ,sehingga dapat mengantisipasi masa depan. Selain itu pendidikan mempunyai fungsi (1)menyiapkan sebagai manusia, (2)menyiapkan tenaga terja dan (3)menyiapkan warga negara yang baik.
Tujuan pendididkan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh kegiatan pendidikan. Tujuan umum adalah tujuan paling akhir dan merupakan keseluruhan tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan. Bagi Langeveld tujuan umum atau tujuan akhir adalah kedewasaan, yang salah satu cirinya adalah telah hidup dengan pribadi mandiri.
Di dalam UUD 1945 pasal 28C telah dinyatakan bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia. Selain dari pasal 28C terdapat dalam pasal 31 yang dinyatakan bahwa (1) tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Disamping itu dinyatakan pula bahwa (2) pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan Undang-Undang.
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan/keahlian dalam kesatuan organis harmonis dinamis, di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Mengembangkan kepribadian dan kemampuan/keahlian, menurut Notonagoro (1973) merupakan sifat dwi tunggal pendidikan nasional.



Pendidik yang memiliki akhlak, budi pekerti, karakter yang baik, akan sangat kondusif dalam mewujudkan keberhasilan pendidikan moral, yang muaranya akan mendukung bagi peserta didik untuk memiliki karakter yang baik. Karakter yang baik mencakup secara organis harmonis dan dinamis komponen-komponen pengetahuan moral yang baik, perasaan moral yang baik dan tindakan moral yang baik. Oleh karena itu, Lickona (1991 dalam I Wayan Koyan (1997) menyatakan bahwa untuk mewujudkan karakter yang baik, memerlukan pendekatan pendidikan moral yang komprehensif. Komponen-komponen karakter yang baik mencakup pengetahuan moral, perasaan moral dan tindakan moral.
Tugas pendidikan moral adalah membantu peserta didik supaya memiliki karakter  yang baik karena dalam dunia pendidikan selain untuk menuntut ilmu juga untuk membentuk kepribadian yang baik, apalah gunanya ilmu yang tinggi namun tidak di ikuti akhlak yang baik untuk mendmpingi ilmu yang dimiliki. Sedangkan tujuan pendidikan moral adalah membantu peserta didik agar menjadi bijak atau pandai dan membantu mereka menjadi orang baik, yang memiliki nilai-nilai yang dapat memperkokoh martabat manusia dan mengembangkan kebaikan individu dan masyarakat.
Dua nilai moral universal, yang berbentuk nilai-nilai inti dalam masyarakat umum, secara moral dapat diajarkan ialah “rasa hormat” dan “tanggung jawab”. Rasa hormat berarti menunjukkan rasa yang seimbang bagi seseorang , termasuk rasa hormat pada diri sendiri  maupun kepada orang lain karena terdapat  kata-kata bijak yang berbunyi “hormatilah orang lain jika diri sendiri ingin dihormati”. Sedangkan tanggung jawab adalah perilaku yang nampak dari moralitas, yang termasuk di dalamnya perhatian terhadap diri sendiri dan orang lain, pemenuhan kewajiban-kewajiban, kontribusi terhadap masyarakat, pengurangan terhadap penderitaan, dan membangun dunia yang lebih baik.
Wiliam  J. Bennett(Ed) (1997)dalam bukunya yang berjudul “The books of Vitues A Teasury of Great  Moral Stories” sebagaimana dikutip oleh I Wayan Koyan (1997) mengungkapkan beberapa cara untuk mengembangkan karakter yang baik, yakni sebagai berikut:
1.    “Self-discipline” atau disiplin diri perlu di tanamkan pada mahasiswa /siswa, dosen/guru, pelatih, pembimbing, dan semua komponen yang terlibat dalam proses pembelajaran.
2.    “Compassion” atau rasa terharu. Rasa terharu yang disertai rasa kasih sayang dapat ditanamkan melalui ceritera-ceritera atau beribahasa yang bermanfaat seoptimal mungkin.
3.    “Responsibility” atau tanggung jawab. Orang yang tidak bertanggung jawab  adalah suatu cirri  bahwa orang tersebut belum matang, sebaliknya adanya rasa tanggung jawab adalah cirri kematangan seseorang.
4.    “Friendship” atau persahabatan. Ceritera-ceritera yang di sampaikan pada mahasiswa/siswa mengenai persahabatan yang baik merupakan paradigma moral bagi semua hubungan antar  manusia.
5.    “Work” atau bekerja.Langkah pertama dalam mengerjakan sesuatu adalah belajar, sebagaimana cara mengerjakan sesuatu.
6.    “Courage”atau keberanian atau keteguhan hati. Hal ini perlu ditanamkan dalam menghadapi perasaan takut, sifat ragu-ragu,gugup,bimbang,dan sifat-sifat lain yang sering menggaggu.
7.    “Perseverance”atau ketekunan. Bagaiman caranya mendorong para mahasiswa/siswa supaya tekun dan tetap melaksanakan usaha-usaha untuk meningkatkan keberanian dan ketekunan.
8.    “Honesty” atau kejujuran. Peserta didik perlu dididik menjadi pribadi yang jujur,berbuat secara rata,secara murni,dan dapat di percaya.
9.    “Loyality”atau loyalitas. Loyalitas atau kesetiaan berkaitan dengan hubungan kekeluargaan,persahabatan,afilisiasi keagamaan, kehidupan professional dan lain-lain, yang kesemuanya itu dapat berubah dan di kembangkan ke arah yang baik dan mulia.
10.    “Faith”atau keyakinan. Keyakinan atau kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa merupakan dimensi yang sangat penting, yang merupakan sumber moral manusia.
 Pendidikan nasional harus dipersatukan atas dasar pancasila. Tak seyogyanya bagi penyelesaian-penyelesaian masalah-masalah pendidikan nasional di pergunakan secara langsung sistem-sistem aliran-aliran ajaran,teori ,filsafat, praktek pendidikan berasal dari luar. Menurut Notonegoro (1973), perlu disusun sistem ilmiah  berdasarkan pancasila tentang ajaran, teori, filsafat, praktek pendidikan nasional, yang menjadi dasar tunggal bagi penyelesaian masalah-masalah pendidikan nasional.

B.    PENUTUP

Kesimpulan

Pancasila mempunyai pengaruh yang besar dalam kegiatan pendidikan. Pendidikan nasional harus dipersatukan atas dasar Pancasila. Dan tak semestinya bila Pancasila dilupakan dari sistem pendidikan nasional seharusnya teori dan filsafat Pancasila dijadikan dasar dan acuan bagi pemecahan semua masalah-masalah dalam dunia pendidikan. Karena pada akhir-akhir ini dunia pndidikan tidak sesuai dengan teori dan filsafat Pancasila.
Banyak kasus yang telah mencoreng citra pendidikan bangsa ini entah itu contek masal yang dilakukan oleh anak SD pada waktu ujian nasional ataupun kasus kekerasan yang dilakukan oleh guru terhadap muridnya. Hal itu sangat jauh melenceng dari sikap-sikap yang diharapkan oleh nilai-nilai Pancasila
Nilai-nilai Pancasila harus diterapkan pada lingkungan pendidikan yang ada di Indonesia saat ini. Jika tidak maka generasi calon penerus bangsa akan menjadi tidak karuan tanpa adanya bekal pendidikan moral yang baik bagi mereka dan juga pendidikan moral tersebut pasti akan berguna bagi mereka kelak.
Bangsa ini bisa maju apabila merubah semua sistem yang tidak sesuai dengan niai-nilai dari Pancasila. Semua berasal dari dasar, apabila dasar pendidikan sudah tidak karuan maka kedepannya pun juga akan tidak karuan. Pancasila harus dijunjung tinggi dalam melakukan suatu pengajaran dalam dunia pendidikan di bangsa ini.








DAFTAR PUSTAKA

•    UUD 1945
•    Rukiyati,M.Hum.,dkk.2008.Pendidikan Pancasila.Yogyakarta: UNY Press
•    Siswoyo, dwi, dkk.2011.Ilmu Pendidikan.Yogyakarta: UNY Press
•    Sunarso,M.Si.,dkk.2008.Pendidikan Kewarganegaraan.Yogyakarta : UNY Press

Selasa, 05 Juni 2012

Sejarah Pendidikan Di Indonesia Setelah Kemerdekaan (1945-1969)

Pendidikan dan pengajaran sampai tahun 1945 di selenggarakan oleh kentor pengajaran yang terkenal dengan nama jepang Bunkyio Kyoku dan merupakan bagian dari kantor penyelenggara urusan pamong praja yang disebut dengan Naimubu. Setelah di proklamasikannya kemerdekaan, pemerintah Indonesia yang baru di bentuk menunjuk Ki Hajar Dewantara, pendiri taman siswa, sebagai menteri pendidikan dan pengajaran mulai 19 Agustus sampai 14 November 1945, kemudian diganti oleh Mr. Dr. T.G.S.G Mulia dari tanggal 14 November 1945 sampai dengan 12 Maret 1946. tidak lama kemudian Mr. Dr. T.G.S.G Mulia dig anti oleh Mohamad Syafei dari 12 Maret 1946 sampai dengan 2 Oktober 1946. karena masa jabatan yang umumnya amat singkat, pada dasarnya tidak bayak yang dapat diperbuat oleh para mentri tersebut.

1. Tujuan Dan Kurikulum Pendidikan
Dalam kurun waktu 1945-1969, tujuan pendidikan nasional Indonesia mengalami lima kali perubahan. Sebagaimana tertuang dalam surat keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP & K), Mr. Suwandi, tanggal 1 Maret 1946, tujuan pendidikan nasional pada masa awal kemerdekaan amat menekankan penanaman jiwa patriotosme. Hal ini dapat di pahami, karena pada saat itu bangsa Indonesia baru saja lepas dari penjajah yang berlangsung ratusan tahun, dan masih ada gelagat bahwa Belanda ingin kembali menjajah Indonesia. Oleh karena itu penanaman jiwa patrionisme melalui pendidikan dianggap merupakan jawaban guna mempertahankan negara yang baru diproklamasikan.
Sejalan dengan perubahan suasana kehidupan kebangsaan, tujuan pendidikan nasional Indonesia pun mengalami perluasan; tidak lagi semata menekan jiwa patrionisme. Dalam Undang-Undang No. 4/1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. “Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia yang cukup dan warga negara yang demokaratis secara bertanggung jawab tentang kesejahtraan masyarakat dan tanah air”.

Kurikulum sekolah pada masa-masa awal kemerdekaan dan tahun 1950-an di tujukan untuk:
• meningkatkan kesadaran bernegara dan bermasyarakat,
• meningkatkan pendidikan jasmani,
• meningkatkan pendidikan watak,
• menberikan perhatian terhafap kesenian,
• menghubungkan isi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, dan
• mengurangi pendidikan pikiran.

Menyusul meletusnya G-30 S/PKI yang gagal, maka melalui TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan, dan kebudayaan di adakan perubahan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional yaitu, “Membentuk manusia pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikenhendaki oleh pembukaan UUD 1945”.





2. Sistem Persekolahan
Sistem pendidikan di Indonesia pada awal kemerdekaan pada dasarnya melanjutkan apa yang dikembangkan pada zaman pendudukan jepang. Sistem dimaksud meliputi tiga tingkatan yaitu pendidikan rendah, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Pendidikan rendah adalah Sekolah Rakyat (SR) 6 tahun. Pendidikan menengah terdiri dari sekolah menengah pertama dan sekolah menengah tinggi. Sekolah menengah pertama yang berlangsung tiga tahun mempunyai beberapa jenis, yaitu sekolah menegah pertama (SMP) sebagai sekolah menengah pertama umum; kemudian sekolah teknik pertama (STP), kursus kerajinan negeri (KKN), sekolah dagang,sekolah kepandayan putrid (SKP) sebagai sekolah menengah pertama kejuruan; serta sekolah guru B (SGB) dan sekolah guru C (SGC) sebagai sekolah menengah pertama keguruan.
Sekolah menegah tinggi berlangsung tiga tahun, meliputi sekolah menengah tinggi (SMT) sebagai sekolah menengah umum, dan sekolah kejuruan berupa sekolah teknik menengah (STM), sekolah teknik (ST), sekolah guru kepandayan putrid (SGKP), sekolah guru A (SGA) dan kursus guru.


B. Pedidikan di Indonesia Selama PJP I (1969-1993)
Pembangunan jangka panjang meliputi lima pelita, yaitu pelita I-V yang dimulai pada tahun 1969/1970 hingga tahun 1993/1994, atau 25 tahun. Selama kurun tersebut, pendidikan Indonesia Indonesia mengalami kemajuan. Hal ini terutama di tandai oleh semakin luasnya kesempatan untuk memperoleh pendidikan pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; meningkatnya jumblah sarana dan prasarana pendidikan yang tersedia serta tenaga yang terlibat dalam pendidikan; meningkatnya mutu pendidikan dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya; semakin mantapnya sistem pendidikan nasional dengan di sahkan undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang system pendidikan nasional beserta sejumblah peraturan pemerintah yang menyertainya.
Namun demikian, hingga berakhirnya pelita V, pendidikan nasional masi di hadapkan dengan berbagai tantangan baik kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif, tantangan yang di hadapi menyangkut pemerataan kesempatan untuk mamperoleh pendidikan khususnya pendidikan dasar, sementara secara kualitatif tantangan yang di hadapi berkenan dengan upaya mutu pendidikan, peningkatan relefansi pendidikan dengan penbangunan, efektifitas dan efisiensi pendidikan.

C. Pendidikan di Indonesi Dewasa Ini

1. wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun
Pada tanggal 2 mei 1994 wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun untuk tingkat SLTP dicanangkan. Sepuluh tahun sabelumnya, tepatnya pada tanggal 2 mei 1984, Indonesia juga memulai wajib belajar 6 tahun untuk tingkat SD, bersamaan dengan peresmian berdirinya Universitas terbuka. Wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun mempunyai 2tujuan utama yang berkaitan satu sama lain. Pertama, meningkatkan pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi setiap kelompok umur 7-15 tahun. Kedua untuk meningkatkan mutu sumberdaya manusia Indonesia hingga mencapai SLTP. Dengan wajib belajar, maka pendidikan minimal bangsa Indonesia semula 6 tahun ditingkatkan menjadi 9 tahun.
Sasaran-sasaran wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dalam pelita VI adalah, pertama, meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) tingkat SLTP menjadi 66,19% dari keadaan padaawal pelita V yang mencapai 52,67%. Kedua, meningkatkan jumblah lulusan SD/MI yang tertampung di SLTP dan MTs sebesar 5400.000, yaitu dari 2,56 juta pad tahun 1993/1994 menjadi 3,10 juta pada tahun 1998/1999. Ketiga, tercapainya jumblah guru SD yang minimal berkualifikasi D-II sebayak 80%, guru SLYP berkualifikasi D-III sekitar 70%. Tantangan yang di hadapi oleh program wajip belajar pendidikan dasar 9 tahun memang lebih besar jika dibandikan dengan wajib belajar 6 tahun. Alasnya antara lain, pertama, pada saat dimulainya wajip belajar pendidikan dasar sembilan tahun, baru skitar separuh dari kelompok umur 13-15 tahun yang berada disekolah. Kedua, daya dukung berupa dana, sarana, dan tenaga yang dimiliki oleh Indonesia untuk melaksanakan wajip belajar pendidikan dasar 9 tahun tidak lagi sebanyak pada saat dilaksanakan wajib belajar 6 tahun. Misalnya, pembangunan SD dalam jumblah besar melalui inpres. Ketiga, guna menampung 6,26 juta anak usia 13-15 tahun di SLTP diperlukan sarana, biaya, dan tenaga yang tidak sedikit. Sejak di mulai pada tahun 1994, program wajip belajar pendidikan dasar sembilan tahun mencapai banyak kemajuan. Indikator-indikator kuantitatif yang di catat menunjukan bahwa angka partisipasi meningkat sejalan dengan semakin bertambahnya ruang belajar, jumblah guru, dan fasilitas belajar lainnya .

2. pelaksanaan kurikulum 1994
Kurikulum 1994 di berlakukan secara bertahap mulai tahun ajaran 1994/1995. kurikulum 1994 disusun dengan maksud agar proses pendidikan dapat selalu menyesuakan diri dengan tantangan yang terus barkembang, sehingga mutu pendidikan akan semakin meningkat. Kurikulum 1984 yang telah berjalan 10 tahun dipandang perlu untuk diperbaharui karena menurut hasil-hasil pengkajian, ditemikan adanya materi kurikulum yang tmpang tindih dan memerlukan penambahan. Misalnya tumpang tindih antara materi PMP, Sejarah Nasional, dan PSPB yang dalam kurikulum 1994 strukturnya lebih di sederhanakan. Disahkannya UU No 2/1989 tentang system Pendididkan Nasional yang diikuti oleh berbagai peraturan pemerintah mempuyai implikasi pada perlunya kurikulum pendidikan mengalami penyesuaian. Menyusul terjadinya informasi, dilakukan kembali revisi atas kurikilum 1994 dengan menata kembali struktur programnya yang kemudian dikenal dengan kurikulum 1994 yang disempurnakan.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan